IMPLEMENTASI UNDANG – UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 PADA PENGAWASAN PENAATAN PERIZINAN LINGKUNGAN HIDUP DI SALAH SATU PERUSAHAAN TAMBANG BIJIH NIKEL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Abstract
ABSTRAK
Ruang lingkup pengawasan perizinan lingkungan hidup dilakukan dengan kegiatan 1) Pemeriksaan terhadap dokumen lingkungan hidup dan perizinan yang terkait, 2) Pemeriksaan terhadap fasilitas pengendalian pencemaran air, 3) Pemeriksaan terhadap fasilitas pengendalian pencemaran udara emisi dan ambien, 4) Pemeriksaan terhadap pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, 5) Pemeriksaan terhadap pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, 6) Pemeriksaan pengelolaan limbah padat Non B3 dan/atau sampah domestik. Tahapan kegiatan penambangan bijih nikel laterit yang dilakukan di salah satu perusahaan di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara antara lain 1) Tahap perencanaan, 2) Land clearing, 3) Pengupasan over burden, 4) Ore getting, 5) Pembuatan cone produksi. Proses penambangan akan menghasilkan produksi bijih nikel. Bijih nikel dari tambang berupa raw nikel diangkut dengan menggunakan Dump Truck dengan kapasitas 20 mt. Pengangkutan bahan galian menggunakan Dump Truck menempuh jarak hauling 17 km dari tambang sampai ke EFO (Exportable Final Ore), penumpukan di EFO dengan system dome yang dikelompokkan sesuai kadar atau level kualitas bahan galian. Material raw nikel yang terkumpulkan di EFO kemudian dimuat ke tongkang yang disesuaikan dengan market permintaan domestik kasaran Ni 1,80 – 1,95% dengan rata – rata tonase pengapalan lokal 6.000 – 7.500 mt. Sedangkan untuk pasar ekspor kisaran Ni <1,7% dengan rata – rata tonase pengapalan ekspor 50.000 mt. Pada pengawasan yang dilakukan perbandingan antara dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dengan hasil pelaporan RPL dan hasil temuan lapangan perusahaan telah melanggar Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 20 ayat (3) huruf b, Pasal 67, Pasal 68 huruf c, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air pada Pasal 34 ayat (2) dan (3), Pasal 37, Pasal 40 ayat (2), Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada Pasal 21 huruf a dan b, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun pada Pasal 12 ayat (1), Pasal 25 ayat (1) huruf b, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun pada Pasal 2 ayat (5) dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Nomor 06 tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan bijih Nikel Pasal 8, ayat (1) dan ayat (2). Berdasarkan analisis yuridis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan tambang bijih nikel tersebut Tidak Taat.
Kata Kunci : Bijih Nikel, Lingkungan Hidup, Pengawasan, Peraturan, Perizinan.
ABSTRACT
The scope of environmental licensing supervision is carried out with activities 1) Inspection of environmental documents and related permits, 2) Reports of water pollution control facilities, 3) Reports of emission and ambient air pollution control facilities, 4) Reports of the management of Hazardous Substances and Toxic, 5) Inspection of the management of Hazardous and Toxic Waste, 6) Inspection of management of Non toxic and dangerous material solid waste and/or domestic waste. Stages of laterite nickel ore mining activities carried out in one company in Konawe Selatan Regency, Southeast Sulawesi Province include 1) Planning phase, 2) Land clearing, 3) Over-load stripping, 4) Ore getting, 5) Production of cone production. The mining process will produce nickel ore production. Nickel ore from mines in the form of nickel raw is transported using a Dump Truck with a capacity of 20 mt. Transportation of mining materials using a Dump Truck takes a hauling distance of 17 km from the mine to the EFO (Exportable Final Ore), stacking on EFO with a dome system that is grouped according to the level or quality level of minerals. The nickel raw material collected at EFO is then loaded onto a barge which is adjusted to the domestic market demand of Ni 1.80 - 1.95% with an average local shipping tonnage of 6,000 - 7,500 mt. As for the export market, the range of Ni <1.7% with an average shipping tonnage of 50,000 mt. In monitoring conducted a comparison between Environmental Monitoring Plan (EMP) documents with EMP reporting results and company field findings has violated Law Number 32 of 2009 concerning Environmental Protection and Management in Article 20 paragraph (3) letter b, Article 67, Article 68 letter c, Government Regulation Number 82 of 2001 concerning Management of Water Quality and Water Pollution Control in Article 34 paragraphs (2) and (3), Article 37, Article 40 paragraph (2), Government Regulation Number 41 of 1999 concerning Pollution Control Air in Article 21 letters a and b, Government Regulation Number 101 of 2014 concerning Management of Hazardous and Toxic Waste in Article 12 paragraph (1), Article 25 paragraph (1) letter b, Minister of the Environment Regulation Number 14 of 2013 concerning Symbols and Label of Hazardous and Toxic Waste in Article 2 paragraph (5) and Minister of the Environment Regulation Number 06 of 2006 concerning Wastewater Quality Standards for Businesses and/or Mining Activities for Nickel Ore Article 8 paragraph (1) and paragraph (2).. Based on the juridical analysis that has been done, it can be concluded that the nickel ore mining company is Not Obedient.
Keywords: Nickel Ore, Environment, Supervision, Regulation, Licensing.
Full Text:
PDFReferences
Arif, Irwandy, (2018), Nikel Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 5 – 10.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Nomor 01 tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. (1995). Jakarta. 31 – 54.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Nomor 205 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak. (1996). Jakarta. 1612 – 1720.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 49 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Getaran. (1996). Jakarta. 2 – 12.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru. (2009). Jakarta. 2 – 81.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan. (2014). Jakarta. 2 – 35.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 09 tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel. (2006). Jakarta. 2 – 8.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. (2013). Jakarta. 3 – 37.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. (1999). Jakarta. 1 – 18.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. (2001). Jakarta. 2 – 32.
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. (2014). Jakarta. 2 – 150.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (2009). Jakarta. 2 – 110.
Undang-undang Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. (2008). Jakarta. 2 – 37.
Article Metrics
Abstract view : 721 timesPDF - 832 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.