KEBIJAKAN SEKTOR INDUSTRI PERTAMBANGAN INDONESIA DALAM REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Abstract
ABSTRAK
Pemerintah RI dalam upaya pengimplementasian Revolusi Industri 4.0 di bidang industri telah menetapkan 10 langkah prioritas nasional, yaitu roadmap yang dikenal dengan Making Indonesia 4.0, yang mencakup perbaikan alur aliran barang dan material, desain ulang zona industri, akomodasi standar-standar keberlanjutan, pemberdayaaan UMKM, pembangunan infrastruktur digital nasional, peningkatan minat investasi asing, peningkatan kualitas SDM, pembangunan ekosistem inovasi, pemberian insentif untuk investasi teknologi, dan harmonisasi aturan dan kebijakan. Melalui pemetaan ini, industri tambang menjadi salah satu unit industri yang penting untuk mewujudkan revolusi industri 4.0. Meskipun pada tahun 2018 trend insdutri global mengalami pergeseran dari industri ekstraktif (extractive industry) menjadi industri disruptif (disruptive industry), seperti perusahaan-perusahaan teknologi maupun perusahaan berbasis R&D (research and development), revolusi industri tidak serta merta dapat tercapai tanpa adanya peran dari sektor industri ekstraktif, misalnya sektor industri pertambangan, seperti pengadaan bahan baku industri, penggiatan energi terbarukan, hingga penyediaan segala fasilitas dan infrastruktur pendukung bergeraknya revolusi industri 4.0 di Indonesia, contohnya pemenuhan kebutuhan listrik. Untuk itu dilakukan penelitian dengan metode deskriptif kualitatif untuk mengkaji arah kebijakan sektor industri pertambangan sebagai sektor utama dalam mendukung perkembangan revolusi industri di Indonesia. Berdasarkan peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam KEN dan RUEN, serta UU Minerba Nomor 4/2009, terdapat hal mendasar yang perlu diperhatikan pemerintah, yakni kebijakan mengenai ketahanan energi nasional. Pemerintah harus mulai memperhitungkan keterdiaan energi dalam kebijakan yang juga menyangkut pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagai upaya untuk mengendalikan sumber daya maupun cadangan batubara di dalam negeri untuk sumber energi nasional melalui kebijakan pembentukan Wilayah Cadangan Negara (WPN) khususnya batubara. Pembuatan neraca sumber daya alam sebagai langkah awal pembentukan kebijakan berbasis riset diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan perhitungan yang matang mengenai ketahanan energi hingga perhitungan ekonomis terkait kerusakan lingkungan, karena meskip hingga pertengahan tahun 2019 PNBP di sektor mineral dan batubara telah mencapai Rp19,16 triliun atau 44,28% dari target tahun 2019, terdapat kemungkinan bahwa angka penerimaan ini tidak sebanding dengan besaran nilai yang dibutuhkan untuk kompensasi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh adanya aktifitas pertambangan. Kebijakan pemerintah kedepannya diharapkan tidak hanya berfokus pada kebijakan DMO, besaran royalti, ekspor impor, hilirisasi, konversi maupun konservasi energi, namun perhitungan matang terhadap ketahanan dan ketersediaan energi nasional melalui pembentukan WCN batubara, karena batubara sebagai target bauran energi utama Indonesia merupakan energi fosil tidak dapat diperbaharui yang diperkirakan habis dalam 71 tahun, dan dapat lebih cepat apabila bauran batubara Indonesia sesuai proyeksi mencapai 38% di tahun 2025 (asumsi business as usual).
Kata Kunci: kebijakan, cadangan energi, batubara
ABSTRACT
The Government of Indonesia in the attempt to implement the Industrial Revolution 4.0 through its Ministry of Industry has set 10 national priorities, known as Making Indonesia 4.0, which includes improving the flow of goods and materials, redesigning industrial zones, accommodating the sustainability standards, empowering MSMEs, developing the national digital infrastructure, increasing foreign investment interest, improving the quality of human resources, building an innovative ecosystem, providing incentives for technological investment, and harmonizing rules and policies. Through this roadmap, the mining industry became one of the important industrial units to support the realization of industrial revolution 4.0 in Indonesia. Although in 2018 the global industry trend has shifted from an extractive industry to a disruptive industry, such as technology companies and R&D (research and development) based companies, the industrial revolution cannot necessarily be achieved without the role of extractive industry sectors, for example the mining industry, in supporting the raw materials, facilities and infrastructure, and electricity. For this reason, a qualitative descriptive study was conducted to examine the policy in terms of mining industry. Based on government regulations issued in KEN and RUEN, and Mining and Minerals Law, there are basic things that need to be considered by the government, namely policies on national energy security. The government must begin to take into account the availability of energy in its policies that also in line with the sustainable development as an effort to control domestic coal resources and reserves for national energy sources by establishing a State Reserve Area (WPN) policy especially for coal. Creating a natural resource balance as a first step in setting up a research-based policy is expected to be followed up by a careful calculation of energy security to economic calculations related to environmental damage, because even with the high amount of PNBP in the mineral and coal sectorthere is a possibility that this is not proportional to the amount of value needed to compensate for the environmental damage. Future government policies are expected to focus not only on DMO policies, royalties, export-imports, downstream, conversion and energy conservation, but also careful calculation of national energy security and availability through the formation of coal WCN, because as Indonesia's main energy mix, coal is fossil energy which estimated to be used up in the next 71 years, and can be faster if the percentage of coal in Indonesian energy mix reaches 38% in 2025 as projected (business as usual).
Keywords: policy, energy reserve, coal
Full Text:
PDFReferences
British Petroleum. (2019). BP Statistical Review of World Energy 2019, 68th edition, 42.
Data jumlah penduduk diperoleh dari data Worldometers tanggal 28 April 2019, data diperoleh melalui situs internet https://www.worldometers.info/world-population/, diakses pada tanggal 15 September 2019.
Data trilemma index diperoleh dari data World Energy Council tahun 2019, data diperoleh melalui situs internet https://trilemma.worldenergy.org/, diakses pada tanggal 6 September 2019.
IEA. (2013). Southeast Asia Energy Outlook. International Energy Agency. Energy security. definisi diperoleh melalui situs internet http://www.iea.org/topics/energysecurity/, diakses pada tanggal 14 Agustus 2019.
Institute for Essential Services Reform (IESR). (2018). Indonesia’s Coal Dynamics: Toward A Just Energy Transition, First Edition, March 2019, 7.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2018): Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, 11-63.
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (2018): Making Indonesia 4.0, 4-8.
Masih, A.M.M. dan Masih,R.. (1996): Energy consumption, real income and temporal causality: results from a multi-country study based on cointegration and error-correction modelling techniques, Energy Economics, 18, 165–183.
Mujiyanto, S. dan Tiess, S. (2013). Secure energy supply in 2025: Indonesia’s need for an energy policy strategy, Energy Policy, 61, 31-41.
Seebregts, A.J., Goldstein, G.A., Smekens, K. (2001). Energy/environmental modeling with the MARKAL family of models, Operations Research Proceedings.
United Nations. (1962). United Nations Resolution No. 1803 (XVII), 1194th Plenary meeting, 14 Desember 1962.
Yergin, D. (2006). Ensuring energy security, Foreign Affairs, 69-82.
Article Metrics
Abstract view : 2493 timesPDF - 2222 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.